arga bersama aparat mengamankan batu giok seberat 20 ton di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. |
“Sebelum ada larangan dari pemerintah setempat untuk tidak menambang batu sementara waktu, setiap hari ada 5.000 orang keluar masuk hutan mencari batu,” kata Banda Amad, Kapolsek Beutong Ateuh beberapa hari lalu.
Menurut Banta, putra kelahiran 1963 di Beutong Atueh, maraknya aktivitas penambang batu akik di kawasan hutan lindung Beutong Atueh selama ini membuat warga setempat kian khawatir terhadap dampak kerusakan hutan yang bisa mengancam terjadinya longsor dan banjir di kemudian hari.
Warga empat Desa di Kecamatan Beutong Ateuh itu pun mendukung penuh kebijakan pemerintah Nagan Raya yang menutup akses pencarian batu sementara waktu hingga diberlakukan qanun atau peraturan daerah yang mengatur tentang penambang batu alam.
“Empat desa yang mendukung di antaranya Desa Pante Ara, Blang Neuang, Blang Sampeng dan Desa Dayah, jadi warga sekarang melarang setiap ada orang yang ingin masuk ke hutan, mereka bersama-sama apat kepolisian dan TNI membatu menjaga hutan,” tambahnya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Kamaruzzaman, warga Desa Pante Ara. Menurut dia, kesadaran warga untuk menjaga hutan lindung di wilayah Beutong ini meningkat karena selama ini diketahui banyak penambang batu dari luar Nagan Raya yang masuk ke hutan Beutong. Sementara itu, warga setempat tidak mendapatkan hasil apa-apa dari aktivitas para penambang batu.
“Kami mendukung karena yang cari batu disini banyak orang pendatang dari luar, mereka ambil batu tidak ada aturan, kalau terjadi bencana, yang menanggungnya kami yang tinggal disini”. tandasnya.
0 comments:
Post a Comment